Dikasihi.id: Kesaksian

Halaman

My Precious Life - Selvy Pritawati Sudarlin
My Precious Life - Selvy Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvy Pritawati Sudarlin.  
Editor : Lamsihar Iruel

"Namun aku hidup, tetapi bukan lagi aku sendiri yang hidup, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku. Dan hidupku yang kuhidupi sekarang di dalam daging, adalah hidup oleh iman dalam Anak Allah yang telah mengasihi aku dan menyerahkan diri-Nya untuk aku." (Galatia 2:20)


Hanya Tuhan yang tahu apa yang terbaik buat kita, karena Tuhanlah yang menjadikan kita. Kita boleh ada, bernafas, berkarya, dan hidup hanya karena anugerahNya. Namun Kadang kala kita hanya mau enaknya sekarang, mau segalanya mudah sekarang saja. Namun Tuhan melihat hari esok, Dia tahu apa yang akan terjadi dari apa yang kita alami sekarang ini, semuanya untuk kebaikan kita. Aga kita lebih menghargai hidup dari setiap perjuangan kita. Dan dalam setiap perjuangan kita ada KaryaNya yang indah, yang akan kita nikmati bersamaNya.


***
Saya pernah mengalami gagal melihat kasih Tuhan dalam hidup saya. Saya (sebagai anak kecil yang peminder kala itu) hanya fokus pada keadaan dan kecacatan fisik saya.. Dan saya sama sekali tidak tahu apa yang ada di balik ketidaksempurnaan saya. Yang saya tahu hanyalah saya harus hidup dalam sebuah penantian yang panjang yang tidak jelas sebuah penantian yang panjang yang tidak jelas berjalan kemana. Tak ada yang bisa saya lakukan di rumah, selain duduk, menonton TV ,  kemudian tidur lagi. Setiap hari selalu begitu. jenuh memang, namun aku tak punya pilihan lain selain terus dan terus menjalaninya dengan tabah.

Aku tidak bisa bersekolah, karena keadaan ekonomi orang tuaku. Lagi pula mama sibuk mengurus adikadikku yang juga sekolah. sedangkan jika aku sekolah aku harus ditunggui, sampai pulang sekolah. Selain itu karena keadaan emosiku yang labil, aku tidak suka keramaian, aku tidak suka bertemu banyak orang. akhirnya aku tidak bersekolah...  hidup pun bertambah menjadi tidak pasti, hanya kebosanan yang memenuhi batin ini. Namun keingintahuan ku sangat tinggi. Aku ingin bisa membaca sendiri.  aku suka buku dongeng. Dan adikku selalu membacakannya untukku.


Aku suka buku-buku.. Papa senang sekali membawakan buku bacaan dari perpustakaan sekolah tempat ia mengajar. Dan aku senang melihat isi atau gambar-gambarnya yang penuh warna. Aku tidak bisa membacanya. tapi aku suka buku-buku itu. Setiap hari mama membantu adikku belajar mengeja, belajar mengenal abjad, berhitung, dan belajar yang lain juga. Dan aku diam-diam mengikutinya. Dan menurut papa aku punya kecerdasaan lebih dari pada adik-adikku. Aku cepat menangkap Pelajaran, dan setelah adikku bisa membaca aku belajar dengannya, sampai aku bisa membaca sendiri. Hari-hariku sedikit sampai aku bisa membaca sendiri.

Hari-hariku sedikit menyenangkan dengan buku-buku yang aku baca. Aku membaca apa saja, dari koran bekas, sampai kardus, dan bungkus makanan. dinding di rumah ku penuh berisi coretan-coretan polpen, kapur, pensil dan sepidol adikku. Kami bermain guru-guruan dengan aku sebagai muridnya.  Namun aku tak puas dengan bisa membaca sendiri, aku juga ingin bisa menulis... Dengan Tanganku yang kaku dan keras tentu saja sangat tidak mudah untuk memegang pensil atau polpen.  Rasanya sakit sekali melawan kakunya. Sampai-sampai aku seperti mandi, karena keringat seluruh tubuhku. namun semangat itu.. Yang membuat aku tidak mau menyerah.

Dalam pikiranku, "aku harus bisa!" Dengan tangan kiri ku lah aku berjuang belajar menulis. Tanganku kananku sulit digerakan, kalau di angkat tangan kananku bergetar. namun masih bersyukur karena tangan kiri ku sedikit bisa, dan akhirnya aku pun bisa menulis. Namun karena tanganku tidak normal, tulisanku jelek sekali, tapi masih bisa dibaca, walaupun bentuknya sangat mirip cacing kepanasan. Namun ternyata sangat menyenangkan bisa membaca dan menulis. Dan akhirnya hari-hariku mempunyai semangat hidup. 

Karena sudah bisa menulis  pelan-pelan semua perasaanku aku tuangkan di dalan tulisanku. Aku tak pernah berpikir bahwa apa yang aku tulis adalah sebuah karya sastra seorang penulis.. Bagiku apa yang aku tulis hanyalah sebuah perasaan ku tentang hidup, aku tulis hanyalah sebuah perasaan ku tentang hidup, kekecewaan dan penolakan ku tentang keadaanku. satu tulisan yang masih aku ingat, itu tulisan yang membuat mama menangis. kurang lebih begini bunyinya. "AKU ADALAH DAUN KERING, ADAKAH ORANG YANG AKAN MENCINTAIKU NANTI?" air mata mama mengalir di pipinya. Mama pun jadi memikirkan keadaanku kelak, siapa yang akan mengurusku kalau nanti ia  dipanggil pulang oleh Tuhan?  Karena yang mama tahu saat itu, hanya mama, papa, dan adikku yang menyayangi diriku.

Aku pun terus menulis, dan menulis, dan ada perasaan lega ketika aku telah melampiaskan perasaan ku dengan menulis, karena aku punya kepribadian yang tertutup, aku tidak pernah mencurahkan perasaanku yang sebenarnya pada siapapun. Namun dengan menulis hatiku mendapat kelegaan. , akupun mulai mempunyai semangat hidup. Namun sekali lagi aku tidak tahu kalau yang sedang aku tulis adalah puisi. Semua itu berawal dari kakak sepupuku yang berkunjung ke rumahku. Dia senang melihatku menulis  dan membaca tulisanku. Aku pikir dia hanya bercanda ingin membawa tulisanku ke rumahnya untuk di ketik dirental agar lebih bagus.. Dan dia bilang "puisimu bagus sekali..." ya aku tahu puisi . tapi untuk menulisnya sama sekali tidak terpikirkan oleh pikiran ku.

Dan ternyata ada banyak orang yang menyukai tulisan ku. Tidak sedikit menangis dan terbaru ketika membaca tulisanku. Tulisanku yang diberi judul "penantian"  membuat banyak orang terharu, dan punya semangat lagi untuk hidup.  Sedikit bunyinya begini: "hidup ini bukan untuk di sesali, tetapi untuk dijalani..." Sebenarnya saya juga merasa bingung, padahal saya hanya menulis apa yang ada dalam hatiku saja. Tapi banyak orang menganggapnya sebagai kelebihanku.


Semua itu jauh sebelum saya  mengenal firman Tuhan, saya tidak tahu tentang artikel rohani. Saat itu yang saya tahu hanyalah sebuah torehan ungkapan hati yang tidak berharga. namun kini, satu hal yang saya tahu, bahwa Tuhan tidak pernah memakai orang sempurna. Tidak mungkin kita memahami apa alasan Tuhan untuk menjadikan kita sebagai alatNya. namun dengan menjalaninya kita pun menyadari bahwa karya Tuhan di dalam hidup kita, bukan karena kita telah sempurna, namun hanya karena ANUGERAH-NYA.

***
Aku suka menulis, jauh sebelum menjadi penulis renungan firman Tuhan di medsos menulis adalah cara ku melampiaskan semua perasaan ku. Dengan menulis hati ku lega .. Dan aku bangga karena bisa menulis.
Kembali ku renungkan perjuanganku menulis, lumayan melelahkan. Waktu itu aku mendapat peluang menulis kesaksian hidupku dan ingin ku kirimkan sebuah majalah yang alamatnya sudah ada di tangan ku, dari majalah yang alamatnya sudah ada di tangan ku, dari seorang teman yang baik. Sebuah majalah rohani yang cukup terkenal. Waktu itu aku masih tinggal di desa bayat, belum ada listrik dan sinyal hp.  Aku pun belum punya hp waktu itu. Menulis dengan tangan, tulisan ku jelek sekali tapi masih bisa di baca.


Aku semangat sekali menulis kisah hidup ku, sebenarnya waktu itu tulisan ku kata-katanya belum terlalu terlatih seperti sekarang. Masih acak-acakan. Tapi tetap saja semangat ini membara. Karena ingin menabung untuk membeli kursi roda, berandai-andai dapat bayaran, dari hasil tulisan itu kalau diterbitkan. Walau capek, kurang tidur selama beberapa hari dan menulis dengan lampu pelita yang kucil, tentu saja dengan tangan yang kadang sulit sekali di atur. Kadang gemetaran, kaku dan bergerak sendiri tak terkendali. Namun demi sebuah impian, dan pengakuan diri ku paksakan pulpen tetap ku torehkan di atas kertas.

Ketika tulisan sudah ku kirimkan ke Jakarta, aku sangat senang, karena akhirnya aku menemukan arti hidup ku, menjadi seorang penulis!  Aku bukan lagi di kenal sebagai anak cacat, tapi seorang penulis! Ah. Betapa senangnya hati ku saat itu.. Aku tidak tahu bahwa telah menyimpan sebuah motivasi yang salah.. Aku belum tahu banyak tentang apa yang benar dan apa yang salah saat itu. Yang ku tahu hanyalah aku ingin jadi orang yang berguna, yang membuktikan bahwa aku yang seperti ini pun bisa membuat sesuatu bahwa aku yang seperti ini pun bisa membuat sesuatu yang dapat di banggakan. karena aku bosan dengan anggapan orang bahwa menjadi difabel itu tidak bisa apa-apa. Sudah cukup dengan anggapan Itu! Dan aku ingin membuktikan bahwa anggapan itu salah.


 Bulan demi bulan aku menunggu kabar tentang semua tulisan yang telah aku kirimkan, dan selalu dengan jawaban 'belum" dan "belum" lagi . aku pun mulai lelah menunggunya. Sampai akhirnya.. Ku temukan juga jawabannya, bahwa majalah rohani tersebut, telah di tutup.


Antara lelah, sedih dan juga kecewa bercampur menjadi satu dalam hati ku. Perasaan yang tentu saja ingin ku jauhi. Dalam pikiran ku semuanya sudah hilang, aku gagal .. Aku tidak bisa mendapatkan impianku. Aku ingin kursi roda ... Air mata ku jatuh sedikit demi sedikit di pipiku, sambil membaca SMS di ponsel papa ku saat itu. (Beberapa bulan setelah itu sudah ada sinyal hp di desa ku) kesunyian seolah mengejek kegagalanku.


Tapi Tuhan Yesus terlalu baik dalam hidup ku. Tak di biarkanNya aku jatuh sampai tergeletak. Dengan caraNya yang ajaib Dia menghibur diri ku yang sudah tidak mau menulis lagi. Dia buka banyak jalan lain bagi ku, sehingga aku bisa menyampaikan kesaksian hidup ku dalam beberapa kali acara di gereja. Aku ingin Bukan hanya satu gereja, tapi aku masih ingin menyampaikan pengalaman ku pada banyak orang.


Menyampaikan pengalaman ku pada banyak orang. Supaya mereka merasa di kuatkan untuk terus menjalankan perjuangan hidup ini dengan tidak menyerah!  Tuhan Yesus mengirimkan apa yang ku impikan, melalui sahabatku, Dia kirimkan aku kursi roda dan aku pun bisa jalan-jalan untuk mengusir kejenuhanku.

Aku tidak mau berhenti menulis. Karena di sinilah talentaku. Dan Tuhan ingin agar aku menghasilkan banyak karya melalui talenta ini.  Agar menjadi semangat dan kekuatan buat banyak orang di luar sana. Kegagalan bukan menjatuhkan ku. Tapi menjadi tangga awal untuk aku bisa bangkit dan bangkit lagi. 


Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui LinkWA Disini

Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 4 - Karya Tuhan dalam Hidupku)

My Precious Life - Selvy Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvi Pritawati Sudarlin.  
Editor : Lamsihar Iruel

Betapa indahnya masa kecil bila anak itu adalah anak yang sehat dan tidak perlu memikirkan beban dan Penderitaan yang menyakitkan. Tidak perlu ikut berjuang melawan kerasnya kehidupan, dan hanya harus menikmati masa bermain dan belajar di sekolah saja. Itu impian setiap anak-anak. Saya sangat merindukannya. Saya ingin ikut bermain,  tapi tidak hanya bisa bermimpi, saya ingin melakukan semua hal yang di lakukan anak-anak lain dengan orang tua mereka, saya ingin sekolah, namun itu semua hanyalah mimpi yang Menjadi bunga saat tidur dan saya bertanya pada Tuhan, "mengapa aku seperti ini? Mengapa tidak seperti anak-anak lain? Mengapa kaki ini tidak bisa berjalan?" pertanyaan seorang anak kecil yang polos, namun saya tak juga menemukan jawabannya. Mungkin aku n anak atau anak yang jelek hingga aku menjadi seperti ini. Batinku.


Badan saya agak ringan dan bisa duduk saat saya berumur tujuh tahun, dengan perjuangan yang panjang.. Waktu itu malam Natal tahun 1997. Aku dan papa tinggal di rumah, sementara mama dan adik-adikku pergi ke gereja untuk merayakan Natal. (Entahlah mengapa aku tidak bisa lupa dengan malam itu.) saat itu papa sudah tidur karena capek. Aku sedih karena sendirian dan masih terjaga. aku selalu menangis kalau mama pergi ke gereja. Aku juga ingin ikut.


Namun keadaan tubuh ku yang sakit terus membuatku menangis, dan menangis sampai mata terlelap tidur. Entah mengapa saat itu ada keinginan yang kuat dalam hati ku untuk duduk. Dan aku pun bisa duduk... Aku yang heran hanya bisa menangis ketakutan sendirian. Mama dan adik-adikku yang datang sangat senang melihatku sudah bisa duduk..  "Nah ... Mah,, Selvy bisa duduk.." teriak adikku Aya kesenangan. tentu saja ini adalah mujizat yang ketiga kalinya aku dapatkan. 1. Aku bisa hidup kembali, 2. pikiran yang normal, dan ini yang ketiga, aku bisa duduk! Namun aku tidak menyadarinya, sebagai anak kecil aku tidak
aku tidak menyadarinya, sebagai anak kecil aku tidak mengerti bahwa inilah keajaiban yang Tuhan berikan kepadaku. yang aku tahu, "aku mau bisa berjalan seperti anak-anak yang lain." ***

Hidup sebagai ABK bukanlah perkara yang mudah, baik itu pada si anak maupun orang tuanya. Kadang ada pertanyaan, "bisakah ini aku jalani..?" tak bisa di pungkiri hati ku lelah, jiwaku sangat labil. Dan sering aku bertanya dalam hati, "apakah orang-orang Mengerti isi hatiku.? apakah mama papa sayang padaku atau tidak? Kenapa yang di ajak jalan cuma adik-adik? Aku selalu di rumah dan di rumah?" kadang ketika mereka meninggalkan aku sendirian di rumah aku menangis tanpa ada yang tahu. Walaupun mereka pulang membawa sesuatu untukku, hati ini tetap saja tidak terlalu senang.  Sebenarnya bukan mereka tidak mau membawaku, namun keadaanlah yang harus membuat hati mereka tega, walaupun sebenarnya hati mereka terluka. Waktu itu aku tidak punya kursi roda.  keadaan yang serba sulitlah yang membuat mama dan papa tidak bisa membelinya. dan aku yang adalah anak kecil tidak mengerti dengan keadaan itu. Aku pun hidup menjadi anak yang sangat sensitif, egois dan mudah tersinggung. Dan juga pemarah. Sikap periang yang seharusnya di miliki seorang anak tidak ada padaku.


Semuanya harus menjadi milikku, Mainan, dan makanan itu semuanya milikku! Dan adikku harus mengalah, jika tidak satu harian akan
adikku harus mengalah, jika tidak satu harian akan aku habiskan dengan menangis, bertiak-tetiak. Kalau sudah begitu aku akan berkata sambil berteriak "coba kalian jadi aku! Baru tahu rasanya gimana!" Dengan emosi yang tidak stabil aku hidup sebagai anak yang frustari. Ada beberapa hamba Tuhan yang datang ke rumah untuk mendoakanku, namun aku tidak suka, aku selalu menangis ketika mereka doakan. mungkin saja karena itu Mereka mengira aku ini mengidap keterbelakangan mental. (Sejujurnya saya pribadi pun tidak percaya dengan saya yang sekarang ini, yang telah begitu Berubah, namun itulah kuasa Tuhan yang sanggup mengubah hati yang keras menjadi hati yang lembut, dan memancarkan kasihNya) Aku tidak punya teman bermain selain adik-adikku.


Orang tuaku mendidik mereka untuk mengasihiku, dan menghormatiku karena aku Kakak tertua mereka. Dan mereka pun melakukannya dan Memperlakukan aku seperti teman mereka. bahkan sahabat. Mereka tidak sungkan untuk meminta saran dariku, dan mencurahkan isi hati mereka tentang apapun. Sampai sekarang tetap begitu. mereka tidak malu pada temantemannya untuk mengatakan bahwa aku kakak mereka. Dan mereka akan membelaku ketika ada anak-anak yang mengejekku walau harus berkelahi dengan anak-anak itu.

Mengenai kenakalan namanya anak kecil aku juga memiliki sifat itu. Aku punya banyak ide. Tetapi karena aku tidak bisa melakukannya aku menyuruh adikku yang melakukan ide-ideku. mereka pun mau saja yang melakukan ide-ideku. mereka pun mau saja menurutiku.  Walaupun hal itu berupa membuat baju barbie dari baju tidur baru mama, membuat kue dari tepung beras yang ditumbuk. Kadang berasnya jadi busuk karena terlalu banyak beras yang direndam. Tentu saja mama marah ketika pulang dari ladang dan mendapatkan kekacauan itu. Cubitan pun tidak bisa kami hindarkan. (Wah... Saya dulu nakal juga)  Tidak ada yang berbeda antara aku dan adik-adikku, jika nakal pasti mendapatkan hajaran yang sama.


Namun aku hidup dengan rasa benci terhadap diri ku sendiri. Aku tidak suka diriku! Aku minder, sangat malu. Aku selalu menutupi kakiku dengan selimut, tidak mau melepaskan selimut itu sekalipun sudah buruk dan sobek. (kalau saya menoleh kepada masa lalu, saya sering berkata pada diri sendiri "dulu aku benar-benar gila karena Frustasi itu.") Aku tidak suka diriku. Sampai-sampai foto ku aku hancurkan semuanya. Itulah mengapa di dalam buku ini tidak ada foto-foto masa kecilku. (Saya sedikit menyesal sekarang. Sebenarnya foto-foto itu sangat berguna untuk buku ini)  karena dulu dalam pikiran ku, aku ini tidak berharga bagi siapapun, tidak ada yang sayang padaku, aku ini jelek sekali dan aku ini cuma orang cacat! Hanya hal-hal negatif itulah yang tertanam di dalam pikiran ku. Begitu pahit masa kecilku. Walaupun orang tua memberikan pengertian tapi tetap saja hati ini tidak bisa menerimanya. aku tetap menganggap diri ku tidak berguna. 

Keluarga
Keluarga
Hari-hariku tetap aku jalani, ya, mau tidak mau karena aku masih hidup. Aku tidak pernah bersyukur untuk apapun yang ada padaku, semua selalu Salah dimataku. Kalau marah, aku selalu berteriak "Aku mau mati, aku mau mati!!" dan tanpa aku sadari sikap burukku pada hidup membuat mama dan papa menjadi strss dan tertekan, yang membuat mereka kadang menjadi kasar kepadaku. Itulah yang membuatku menjadi salah faham pada kasih sayang mereka. Siapa sih yang tahan kalau anaknya mempunyai tabiat yang buruk? Padahal sudah di didik dengan baik.

Begitulah kehidupan di masa kecilku. Yang sangat jauh dari kata kebahagiaan anak-anak pada umumnya. Masa kecilku kurang bahagia. Namun ditengah semua itu Tuhan mentuntun hidupku pada perjuangan demi perjuangan untuk dapat hidup sendiri. Walaupun pengetahuan ku kala itu terbatas terhadapNya  mama yang selalu menemani harihariku, merawatku dengan sabar dan membuatku semangat untuk BISA melakukan segala sesuatu yang sebelumnya tidak pernah aku lakukan. Mama melatih tanganku, sampai aku bisa memegang sendiri.


Melatihku merangkak. Walaupun tak terhitung kepalaku ini terbentur dilantai karena terjatuh, bibirku yang berdarah karena terjatuh, sampai sekarang bekas lukanya masih ada dibibirku kanan dan kiri. Namun di dalam Hatiku selalu ada semangat hidup. Mama berkata semangat hidupku tinggi. malah mama belajar
berkata semangat hidupku tinggi. malah mama belajar dari semangatku untuk terus berjuang. Itu pengakuan mama padaku.. Mama sangat sayang padaku, dan rela meninggalkan apapun itu yang menjadi kesukaannya demi merawatku. baginya itu jauh lebih penting. Setidaknya aku bisa hidup mandiri. Memang ada saran dari seorang temannya untuk mengirimkiu ke yayasan di jawa. Namun mama tidak mau berpisah denganku, karena baginya hanya ialah yang tahu betul bagaimana cara merawatku, Meski ia tahu itu tidak mudah namun ia tahu hanya ia yang layak merawatku.


Bertahun-tahun aku terus hidup dalam perjuangan yang tidak mudah sekaligus menyakitikan. batin dan jiwaku lelah. Aku dilatih untuk bisa makan sendiri dengan tanganku yang kaku dan keras saat itu. Memegang sendok itu sangat sulit, tanganku gemetar menahan rasa kakunya. Kadang nasiku jatuh ke lantai, dan aku sangat muak dengan hal itu. Kalau sudah begitu aku tidak mau makan lagi, sambil menangis sendok Itu aku lemparkan. Dan mama hanya diam saja. Mama mengeraskan hatinya agar aku terus berjuang berlatih. hatiku sakit sekali, namun baginya aku harus berhasil karena tidak selamanya mama bisa merawat dan mengurusku, karena mama juga manusia yang kelak akan pulang kepada Tuhan.


Karena kasih sayang kedua orang tuaku, saya jadi punya semangat juang yang tinggi. Tentunya ini semua tidak lepas dari campur tangan Tuhan dalam
semua tidak lepas dari campur tangan Tuhan dalam hidupku. Sekalipun sakit dan terluka,.walaupun saya juga pernah memutuskan untuk mengakhiri hidup ini, karena tidak menemukan kemajuan tanda keberhasilan latihan-latihan itu. Walaupun saya sudah putus asa, namun Tuhan selalu membuatku ingin dan ingin lagi meneruskan latihan itu. Sehingga akhirnya saya berhasil bisa mengurus diri saya sendiri. Dan itu membuat saya mulai bangkit dan memiliki semangat untuk hidup.


Menuliskan Bab ini membuat saya merasakan kegigihan orang tua saya Dalam melatihku hidup mandiri. Dalam setiap hal yang terjadi mereka selalu ingin yang terbaik bagiku walaupun aku adalah anak yang punya kekurangan  dalam fisik. Bagi mereka aku dan adikku tidak ada perbedaan. Itulah yang mendorong saya untuk tetap hidup.


Mempunyai anak berkebutuhan khusus bukanlah perkara yang mudah. Namun dengan membiarkan mereka dalam keadaannya, itu bukanlah hal yang tepat. Apalagi sampai memperlakukan mereka berbeda dengan anak yang lain. Itu hanya akan membuat mereka terus berada dalam pemikiran bahwa mereka memang lemah dan tidak bisa apa-apa. Selama masih ada Tuhan tetaplah berjuang. jangan takut, selama kita percaya dan berharap padaNya kita pasti bisa. Karena Dia selalu menyertai perjuangan kita dan membawa kita berada dalam kemenangan.  


Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui LinkWA Disini  

Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 3 - Masa Kecilku)

My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvi Pritawati Sudarlin. 
Editor : Lamsihar Iruel

"Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18)

Tak ada yang instan dalam hidup ini bila ingin mengalami hidup dalam keberhasilan dan hidup dalam masa depan yang cerah. Semuanya pasti perlu sebuah proses yang panjang, berat dan melelahkan, kadang ada kalanya proses itu menyakitkan. Perjuangan masih sangat ingin panjang. 

Dalam hal ini saya kagum dengan semangat orang tua saya. Perjuangan mereka dalam hidup ini sangat menyakitkan dan mungkin ada kalanya tidak mengerti apa yang harus di lakukan agar dapat bertahan hidup.

Namun Tuhan menyertai sehingga ada banyak  cara yang kadang terbersit dengan cepat ke dalam pikiran mereka sehingga kami mampu bertahan hidup dari hari ke sehari. Di tambah lagi ada anggota keluarga baru saat itu, seorang adik perempuan yang lucu, dan pintar hadir dalam hidup kami. Kelahirannya menjadi penghiburan bagi ke dua orang tuaku dan menambah semangat hidup bagi ke dua orang tuaku. Adik perempuanku diberi nama Dwiya Sudarlin.

Dia lahir menjadi kado Natal terindah di dalam keluarga kecil kami di tengah kesulitan hidup yang mendera kala itu. Adikku yang mungil sehat dan lucu.  Tuhan baik.. Mamaku seperti mengurus dua bayi kembar, saat itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang baru lahir yang harus di urus segala-galanya. Namum kesulitan yang ada tetap di jalani dengan tegar dan kuat. Demi kami buah hati mereka. Di Bayat kami pernah punya rumah, dan juga kolam ikannya. Rumah yang cukup untuk kami yang hanya keluarga kecil. Setiap sore mereka senang membawa kami mandi dikolam dan berendam.

Dulu badan ku selalu kepanasan mungkin kerena kaku, dan kejang. Karena keadaan itu aku selalu menangis setiap hari, mama senang membawa ku berendam di kolam. Papa mencari ikan di sungai hampir setiap hari, Dan mendapatkan banyak ikan.. kami makan banyak ikan dan juga telur-telurnya. Walaupun gaji papa sangat sedikit tapi anak-anaknya tetap mendapatkan makanan bergizi. 

Papaku hanya sebentar mengajar di SDN2 Bayat, Belantikan Raya, ketika adik ku beumur 2 setengah tahun, kami pindah ke kota Pangkalan Bun. Berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Rumah di sana dijual untuk mengobati ku, lagi dan lagi.  Kami berangkat dari dari sana menumpang mobil taksi (waktu itu disebut taksi) di tengah mama saat itu sedang hamil muda.  Tentu sangat tidak mudah. Di tambah harus mengurus dua anak yang masih kecil. Karena dulu jalan dari Bayat ke Pangkalan bun sangat jelek, jadi perjalanan kami memakan waktu lama. Sekitar satu harian penuh.

Selvy di kursi Roda
Sampai di sana, kami tinggal di rumah sewaan selama belum mendapat rumah dinas. Papa bekerja sebagai guru SD,  di SDN BARU 8 kota Pangkalan bun, kalau siang kadang menjadi kuli bangunan dan kadang juga jadi tukang getek, dan juga guru les. apa pun di lakukan asalkan halal dan tidak melanggar hukum, papaku adalah seorang ayah yang sangat bertanggung jawab untuk hidup keluarganya. Walau ada kesedihan yang menjadi trauma di hatinya melihat keadaanku, namun tetap tersembunyi dalam hatinya. 

Keadaanku yang selalu menangis kadang kala membuatnya jengkel, kadang mungkin tak sadar papa menjewerku, mencubitku, supaya aku diam dari tangisku yang memusingkan kepalanya. Aku yang tidak mengerti isi hati nya, sempat berpikir bahwa papa tidak sayang pada ku. Aku pun takut dekat dengannya. Aku memang sakit pada sarafku, tapi tidak sampai mengidap keterbelakangan mental dan aku bisa berpikir dengan baik.

Namun tidak bisa berbicara Dengan baik, karena itu aku sulit menyatakan keinginanku. Hanya dengan tangis. Dulu tanganku hanya bisa mengejang kebelakang, keras dan kaku. Dan segalanya harus di bantu oleh orang lain. Tidak hanya itu, badanku sering merasakan sakit. rasanya seperti di tarik-tarik dari leher sampai ke punggung, rasanya untuk bernapaspun sangat sulit. Tapi aku orang tuaku tetap gigih melatihku. Sehingga akhirnya aku bisa berdiri, dan badanku menjadi lebih ringan. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar aku kembali sakit, dan berubah menjadi nol lagi. Tidak bisa apa-apa lagi, hanya bisa menangis dan menangis.

lagi, hanya bisa menangis dan menangis. Namaku kembali terpuruk, dan sangat stres. Sampai akhirnya kami pindah ke rumah dinas SD raja seberang. Di sana ada gereja tempat kami beribadah. Dimana gembala kami saat itu juga punya ABK yang keadaannya lebih parah dari pada keadaanku. Saat itu hati mama kembali terbuka, seperti kembali mendapatkan sosok ayah di dalam diri pak gembala GBI raja seberang itu. Gereja yang sederhana, namun begitu menguatkan.


Mengawali hidup yang baru di sebuah rumah dinas kecil, perjuangan tentu saja terus berlanjut. Bahkan lebih keras lagi. Mamaku mengurus tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Mama punya bayi lagi, kali ini bayi laki-laki yang lucu, putih, gemuk seperti orang china. Nama adikku itu Faisha Sudarlin. Mama dan papa sangat bahagia walaupun sibuknya Seperti punya anak kembar tiga. Aku ingat, waktu itu di rumah ada tiga buah ayunan,. Jika yang satu tidur, yang satu bangun, bisa di bayangkan betapa sibuk nya mama saat itu.. Di tambah lagi di rumah tidak ada sumur atau leding.  Mama harus mengambil air ke sungai yang lumayan jauh dari rumah, mama mengambilnya ketika kami sedang tidur di ayunan. Mama mengambil air seperti di kejar-kejar belarian melawan waktu.


Mama juga harus mengurus babi-babi karena mereka mulai mencoba beternak babi batam. Dan babi kami berkembang menjadi lima belas ekor. Jumlah yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya papa dan mama mengumpulkan makan sisa dari rumah-rumah makan. Jika ada yang masih bagus makanannya di panaskan untuk menjadi makanan kami. Tak peduli kotorkah itu, yang penting ada lauk untuk makan. lagi pula makanannya enak. dan masih bisa di makan setelah di cuci dan di masak lagi. (Yang saya maksud ialah sayuran, seperti wortel, kangkung dan lain-lain yang masih bisa di makan karena masih bagus walaupun bagi orang lain semua itu adalah sampah yang harus dibuang). 


Itulah hidup, sering kali apa yang sudah dibuang orang lain akan menjadi makanan kita agar dapat bertahan hidup. kalau pemikiran ku sekarang tentu saja aku tidak akan mau memakan yang sudah menjadi sampah. Namun ketika itu tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau memakannya tentu saja akan lapar sepanjang hari. Yang pasti tentu saja tidak ada orang tua yang ingin anak-anak mereka makan sampah. Tapi Keadaan terkadang memaksa hati untuk bersikap tegar dan tega demi sebuah masa depan. Perasaan sesal di dalam hati harus di abaikan. 

Banyak orang menilai bahwa hidup kami kena tulah atau kutuk, saat itu memang begitu keadaan keluargaku. Sudah punya rumah satu terbuat dari kayu ulin semua. Tapi karena bangkrut dalam kerja kayu rumah itu pun dengan sangat terpakasa jual Dan uangnya untuk menebus rumah dinas dari penghuni yang sebelumnya. pindah dari satu rumah ke rumah yang lain, sudah terbiasa untuk kami. sehingga kami dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku
dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku yang cacat.. Mereka datang hanya pada saat susah untuk  meminta bantuan, tetapi saat mereka dalam keadaan senang mereka seolah tidak mengenal kami. 


Berjuang sendiri, tidak ada yang gratis jika ingin hidup. Namun apa pun keadaan saat itu hidup kami tetap bahagia, papa dan mama selalu tabah sambil terus memimpikan masa depan yang cerah dan indah untuk anak-anak mereka, yang akan mereka upayakan untuk anak-anaknya,. Mereka tidak punya harta apapun selain kami anak-anak yang mereka sayangi.


*** Keadaanku belum juga ada kemajuan. Tangan dan seluruh tubuhku masih kaku, sangat kaku. Waktu itu yang membuat keadaanku buruk adalah pikiran ku yang normal. Seperti yang aku katakan aku bisa berpikir dengan baik, aku berpikir seperti anakanak pada umumnya yang ingin bermain di luar rumah, berlarian kesana kemari, namun hanya bisa melakukannya dalam khayalan, dan ketika tersadar aku hanya bisa melampiaskannya dengan menangis.
 Aku tak tahu apakah saat itu mama dan papa mengerti dengan tangisan ku? Dalam hati kecilku aku bertanyatanya, kenapa sih adikku bisa berjalan, bisa main, bisa sekolah,. Aku tiduran terus, cuma ada rasa sakit di badanku. Aku iri sangat iri. Adikku Aya, rajin sekali ikut sekolah minggu, sesibuk apa pun mama tidak pernah melupakan kegiatan utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari minggu pagi.

Apa yang di ceritakan oleh guru sekolah minggu selalu di ceritakannya kembali saat pulang ke rumah. suatu hari dia bercerita tentang surga pada saya. dia bilang di sana tidak ada lagi penyakit, dengan gaya lucu seorang anak berumur tiga tahun dia berkata, di sana kamu pasti bisa jalan.. Tapi harus mati dulu.. Mati? Seorang anak kecil yang polos memikirkan kematian untuk dapat terlepas semua penderitaannya.

Aku ingin mati saja agar bisa tinggal di surga dan bisa berjalan... MATI! Keinginan seorang anak yang tidak mengerti sama sekali tentang sebuah kehidupan,. yang aku tahu saat itu hanyalah aku ingin bermain, aku ingin bisa jalan, berlarian dengan bebas tanpa beban dan penderitaan. Namun hanyalah khayalan. Entah apakah aku punya masa depan?  Pertanyaan seorang yang tidak mengerti bagaimana berjalannya hidup ke depan dan siapa yang mendorongnya, aku tak tahu apapun kala itu. Namun dari cerita-cerita adik kecil ku itu aku sedikit tahu tentang Tuhan Yesus. Walaupun aku tak mengerti mengapa Tuhan yang katanya mampu melakukan keajaiban, tidak mengubah hidupku.

          *****   ****


Hidup belum juga selesai mempermaikan. Pencobaan belum juga berhenti dalam hidup papa dan mama. Di tengah mereka sedang merawatku, adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa tidak cukup aku saja yang sakit. tapi juga adik-adikku. adikku Aya terkena TBC, namun untungnya setelah pengobatan selama emam bulan adikku sudah sembuh. belum lama setelah itu adikku Faisha terkena penyakit alergi yang cukup parah. badannya yang montok menjadi kurus kering. Semua harta yang mulai terkumpul sedikit hanya sesaat dan habis.


Rumah sakit waktu itu menjadi rumah ke dua untuk mama dan adikku.. Seingatku mama sampai harus tega menjual sepeda papa satu-satunya, agar adikku bisa di bawa ke rumah sakit. Hari sudah malam ketika seseorang mengambil sepeda itu. Entah berapa uang yang di berikan kepada mama saat itu. Hidup memang sulit namun mereka terus berjuang untuk meraih masa depan anak-anak mereka. Di tengah kesulitan itu semangat perjuangan orang tuaku semakin membara.
Kisah ini tentu saja masih belum usai. Dan akan Saya lanjutkan dalam bab berikutnya.


Namun pesan saya, masa depan kita sudah Tuhan sediakan, dan harapan kita tidak pernah hilang, namun apakah kita mendapatkannya atau tidak itu tergantung bagaimana pilihan kita sendiri, kita ingin mendapatkannya, mari teruslah berjuang dan mencintai setiap proses yang Tuhan sedang kerjakan dalam hidup kita. Proses itulah yang menjadikan kita pemenang dalam perjuangan hidup ini. 
Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui Link 
 
 

Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 2 - Hidup itu adalah Perjuangan)

My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvi Pritawati Sudarlin. 
Editor : Lamsihar Iruel

"Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena kejadianku dahsyat dan ajaib; ajaib apa yang Kaubuat, dan jiwaku benar-benar menyadarinya." (Mazmur 139:14)

Kalau ada yang bertanya: "siapa yang mau lahir sebagai seorang yang cacat?" sudah jelas jawabannya "TIDAK"  semua orang ingin lahir dengan fisik yang sehat, semua ingin terlahir dengan hidup yang bahagia, berkecukupan dan tanpa ada air mata.


Namun hidup tidak bisa di atur orang sesuai dengan keinginannya sendiri.  Karena hidup milik Tuhan yang menciptakan manusia, Dialah yang berkuasa atas segala kehidupan.


Semua orang tentu saja mempunyai kisah hidup. Tapi ada banyak orang yang lari dari kehidupan karena kecewa dengan kisah hidup mereka yang tidak sesuai dengan keinginan hati mereka. Itu termasuk saya sendiri, yang pernah mengalami kekecewaan dalam hidup. Saya merasa bahwa hidup yang saya jalani tidak lebih dari kesedihan, penderitaan, kesakitan dan penolakan. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena hidup yang saya jalani jauh dari kata indah. Namun akhirnya saya mengerti bahwa rancangan Tuhan itu baik buat hidup saya, dalam semuanya ini Tuhan ingin bahwa kisah hidup saya menjadi penghiburan bagi
bahwa kisah hidup saya menjadi penghiburan bagi banyak orang yang sedang mengalami kekecewaan dalam hidup. Saya sendiri sungguh bersyukur untuk apa yang telah Tuhan kerjakan dan hidup saya.
Inilah kisah ku.


Selvi Pritawati Sudarlin
21 April 1990 aku terlahir ke dunia ini, aku adalah bayi perempuan yang cantik, sehat dan harta terindah yang di nantikan kedua orang tua ku yang kala itu telah kehilangan kedua anak mereka ketika mereka masih bayi. Melihat ku terlahir dengan sempurna merupakan penghiburan yang luar biasa buat mereka. Dan hanya kebahagiaan yang memenuhi hati mereka kala itu. Kisah kebahagiaan itu sebenarnya adalah awal dari kisah perjuangan hidup yang panjang dan melelahkan.. Bayi perempuan cantik ini pun mereka beri nama Selvy Pritawati Sudarlin. Nama seorang wanita yang mereka harapkan bisa menjadi wanita hebat dan tegar.
Aku lahir di desa belibi. Sebuah desa kecil di kalimantan tengah. Desa yang jauh dari kata modren. Tak ada rumah sakit dan fasilitas lainnya.


Saat itu papa sedang menantikan SK sebagai seorang
Saat itu papa sedang menantikan SK sebagai seorang guru SD, dan masih mencoba bekerja di sebuah perusahaan kayu milik korea waktu itu. Dan mama hanya ibu rumah tangga biasa. Namun impian mereka besar untuk hidup ini. Mereka ingin yang terbaik untuk hidup ini.
Namun, di tengah impian Indah itu, badai jahat datang dan meniup mimpi itu jauh-jauh.


Di usia 8 hari lahirku, ada yang aneh dengan keadaan ku. Dari pagi hari di atas bibirku membiru, lalu kemudian menyebar keseluruh tubuhku, aku pun di serang kejang-kejang. Kemudian menangis, mama berkisah, keadaan ku terus begitu. Hingga akhirnya tak lagi bernafas selama kurang lebih 1 hari 1 malam. Semua orang yang berada di sana saat itu setuju bahwa bayi perempuan cantik itu telah mati. 


Doa penyerahan pun mulai di ucapkan. Gong tanda kematian mulai dipukul agar seluruh warga desa tahu bahwa ada duka di desa mereka. Kesedihan datang lagi dalam hidup orang tuaku. Baru sekejap rasa bahagia mereka karena mendapat dan menimang si buah hati, mereka harus kembali berduka dan hancur hati karena kehilangan dan kehilangan lagi. Hidup rasanya benar-benar tidak adil bagi mereka. Di tengah duka itu mereka telah kehilangan harapan.

Air mata tak lagi mampu menggambarkan kesedihan itu hanya bisa pasrah. Karena dengan menangis pun tak dapat membuat bayi mereka kembali bernafas. Kakek ku sangat sedih, karena cucu perempuan pertamanya sudah tiada. Saat itu semua hanya dikuasai oleh kesedihan.


Namun ada sesuatu yang tidak terduga terjadi pada saat itu. Entah apakah pintu Surga itu masih tertutup untuk ku, entah apakah aku belum pantas menikmati Surga, entahlah...
Namun saat itu aku tiba-tiba saja menangis, dan hidup kembali. Dan mama langsung menyusui ku. Senyum pengharapan kembali hadir di bibir mama dan papa.


Ya, aku hidup kembali tapi dengan keadaan yang berbeda, aku yang tadinya adalah bayi montok yang cantik, berubah menjadi seperti bayi monyet. Badanku menyusut dan kurus. Sampai-sampai mama takut melihat keadaan ku yang seperti itu. Tak ada yang tahu apa sebenarnya yang terjadi pada ku saat Itu. Karena di desa kecil yang terpencil seperti itu tak ada dokter spealis, atau pun rumah sakit hebat seperti di kota, yang ada hanyalah mantri atau perawat yang hanya menolong sebisanya saja. 


Bukan sengaja membiarkan keadaan ku seperti itu. Tapi apa yang bisa dibuat pada saat sulit seperti itu? Untuk bisa makan saja mama dan papa harus bantng tulang dan bekerja keras. 


Untuk beberapa waktu kondisi ku dibiarkan seperti itu, karena memang keadaan yang serba sulit saat itu.. Keadaan ku seperti mayat hidup, hanya bisa menangis, tubuh ku yang kaku membuat ku tidak bisa bergerak. Aku tak seperti bayi-bayi lainnya.


Berhari-hari mama dan papaku terus memantau keadaan ku, namun tak ada perubahan tanda perkembangan motorikku. Aku hanya bisa berbaring dengan tubuh ku yang kaku.
Berbulan-bulan terus begitu tak juga ada perkembangan seperti bayi berumur 4 atau 5 bulan pada umumnya yang sudah bisa memegang mainan. Namun tidak, tangan dan kakiku selalu dalam keadaan yang keras dan kaku. Yang aku bisa hanyalah menangis, menangis dan menangis.


Sebagai seorang ibu mama bertanya-tanya dengan hati yang hancur, "apa salahku? Kenapa ini terjadi pada ku?" saat itu mama benar-benar kecewa pada Tuhan, selama 1 tahun mama tidak mau ke gereja. Mama benar-benar menutup diri dari lingkungan sekitar. Karena beban itu dirasanya terlalu berat.


Tak hanya itu orang tuaku harus menerima pengucilan dari keluarga, seolah sendiri tak ada yang peduli. Entah mengapa saat itu orang tuaku di suruh untuk segera pindah dari rumah kakekku. Ada yang mengasut, tapi sampai hari ini aku masih tidak mengerti mengapa mereka bersikap demikian pada orang tuaku.  Hidup benar-benar tidak berpihak pada kami. Jangankan memberi bantuan materi ataupun sekedar memberi dorogan semangat.


Orang tuaku malah mendapatkan penghinaan dan direndahkan, serendah-rendahnya. Pernah suatu kali salah seorang dari mereka datang ke rumah kami, berkata sambil bertawa, "anakmu ini tidak waras,. Kalau aku jadi kamu, sudah aku buang ke sungai." dia tertawa dan pergi meninggalkan mamaku. Hati seorang ibu yang mana yang tahan dengan perkataan seperti itu? 

Saat itu papa dan mama pindah ke sebuah pondok kecil yang hanya berdinding kulit kayu, kalau zaman sekarang mungkin lebih cocok untuk kandang ayam. Sebuah pondok yang jauh dari kata layak untuk menjadi tempat tinggal. Namun di situlah papa dan mama merawatku. 


Tidak mudah hidup menjadi orang miskin, apalagi dengan keadaan anak yang sakit. Kadang mereka tidak punya beras untuk makan, tapi mereka tidak diam berpangku tangan,  papa mencari ke hutan, apa pun yang bisa di makan, rebung, singkong dan daunnya, untuk lauk papa mencarinya di sungai dengan memancing atau pun menjala,. Yang penting bisa untuk menyambung hidup hari ke sehari. Hidup kami benar-benar hanya karena anugerah Tuhan saja.
Aku yang masih bayipun mau tidak mau hanya makan singkong rebus saja. Tapi mama bercerita pada ku aku lahap sekali memakannya. 


Papaku seorang yang gigih berjuang mencari uang, apa pun pekerjaannya papaku lakukan. Semua itu untuk membawaku ke Pangkalan Bun untuk berobat. Termasuk menjadi tukang bangunan, membuat rumah orang, walau kadang dicurangi dengan dibayar tidak sesusai dengan perjanjian. Namun papa tidak menyerah, semua demi aku.


Papa selalu berharap agar SK nya cepat keluar dan cepat bekerja sehingga cepat mendapatkan dan cepat bekerja sehingga cepat mendapatkan gaji agar bisa membawa ku berobat ke RS di kota Pangkalan Bun. Namun saat itu nasib seolah di permainkan orang. Sering kali papa di suruh untuk memperbaharui berkasnya. Dan SK itu belum juga di keluarkan. Setelah  Lama sekali SK itu di keluarkan, akhirnya papa mendapatkannya juga, dan papa bekerja sebagai seorang guru SD di desa Bayat. Namun ternyata gaji guru kala itu sangat kecil, papa hanya mendapatkan gaji sebesar RP 60.000 saja setiap bulannya. Dan dengan uang yang seadanya itulah mama dan papa membawa ku kota Pangkalan Bun dengan harapan bahwa buah hati mereka bisa di sembuhkan. Ketika sampai di Pangkalan Bun, saat itu mereka tidak punya kendaraan, ingin naik ojek atau angkot pun uang mereka tidak cukup, belum lagi untuk makan dan minum selama berada di Pangkalan Bun, tentunya tidak sedikit. Untuk mencapai rumah sakit, mereka hanya berjalan kaki. Sambil bergantian menggendongku. Walau melelahkan mereka terus berjalan.


Dan akhirnya mereka pun sampai di rumah sakit, kebetulan saat itu ada dokter ahli saraf  yang berasal dari Pakistan ( saya tidak tahu nama dokter itu) setelah menjalani pemeriksaan akhirnya aku pun di vonis terkena radang selaput otak. Otak sebelah kiri katanya rusak, dan saraf keseimbanganku tercepit, dan juga ada darah beku di otak ku, tidak hanya itu, dan juga ada darah beku di otak ku, tidak hanya itu, aku juga divonis akan mengalami kebutaan pada mata kananku di usia 10tahun . dokter itu menyarankan agar saya di terapi.


Dan entahlah, dengan keadaan ekonomi orang tuaku saat itu rasanya sangat sulit dan mustahil. Biaya obat ku saja sudah RP . 250.000 per bulannya, belum lagi kalau harus di terapi, mereka juga harus mengeluarkan uang untuk membeli keperluan hidup sehari-hari, dengan gaji papa yang hanya 60 ribu. Namun orang tua ku bukan orang yang mudah menyerah. Ketika di terapi, mereka sengaja melihat bagaimana cara terapi untuk ku, dan mereka mempelajarinya lalu mempraktekannya di rumah. Dan aku pun hanya 1 atau 2 kali saja di terapi di rumah sakit, selanjutnya mama dan papa ku yang melakukannya.

Setiap hari sebelum berangkat mengajar terlebih dahulu papa menterapiku. Supaya tangan, kaki, dan tubuh ku bisa bergerak seperti anak-anak yang lain. Hanya itu impian mereka supaya putri kecilnya bisa sembuh, sehingga bisa bermain seperti anakanak yang lain yang tidak harus merasakan sakitnya penderitaan. Di tengah kesendirian dan pengucilan, serta kesulitan hidup, mereka terus merawatku, mengobati ku dengan terus bekerja keras, entah itu menjadi tukang yang membantu menyelesaikan rumah orang, atau pun menjual apa pun yang mereka punya. Karena bagi mereka putri kecil mereka adalah punya. Karena bagi mereka putri kecil mereka adalah harta yang sangat berharga dan mereka tidak mau kehilangannya. 


Orang tidak memperhitungkan kami, mama kadang pergi ke rumah orang penjual ikan atau daging, namun mereka menolak dan berkata "ikannya sudah habis" tapi kemudian datang orang lain lagi ingin membeli ikan mereka, ternyata mereka masih  mempunyai banyak ikan. Mereka takut mama tidak bisa bayar ikan itu, padahal mama membawa uang yang cukup, tapi mereka pikir mama tidak punya uangnya.
Di tengah kesulitan hidup memang pernah berpikir untuk mencari pertolongan, tapi pada siapa?  Kakek dan nenekku, ke dua orang tua dari papa dan mama juga mengalami kesulitan hidup. Di tambah lagi kakek (papa dari mama) sakit keras, dan perlu pengobatan, kakek ku terkena strok dan lumpuh separo tubuhnya. namun tidak lama kakek menderita sakit. Tuhan berkehendak lain, kakek harus pergi pulang ke rumah Bapa di surga. Waktu itu umurku baru tujuh bulan. Hati mama bertambah hancur saat itu. Karena harus kehilangan seorang ayah secepat itu. Seorang ayah yang selalu membelanya kini telah tiada. Di saat mama sangat membutuhkan kekuatan dan dukungan darinya agar mampu menghadapi semua kesulitan itu,
darinya agar mampu menghadapi semua kesulitan itu, kakek tiada lagi.


Tak ada lagi tempat bagi mama untuk mengadu sekedar mengurangi beban hidup yang berat dalam batin.
Hidup kami bagaikan tidak pernah ada. Sepertinya tidak ada lagi kasih untuk kami. Yang ada hanyalah penghinaan. Banyak ibu melarang anaknya agar tidak dekat-dekat dengan ku karena takut ketularan penyakitku. Ada juga yang tanpa perasaan berkata "anak hundin ne balang be..." (anak kalian ini gila ya) namun mama tidak peduli dengan perkataan orang lain dan terus berjuang merawatku. Saat itu mama melatih ku duduk. Dengan memakai peralatan rumah tangga yang sederhana. Mama memakai baskom, dan juga bantal-bantal untuk penyangga badanku. Leher ku tidak bisa tegak, karena sangat lemah. Keadaan seperti ini juga berlangsung lama, namun aku tetap di latih untuk bisa duduk sendiri. Walau pun setiap hari ada saja orang yang mengejek. Aku di katakan seperti ayam yang sedang bertelur. Namun bagi mama keadaan ku harus lebih baik. Setidaknya aku bisa mandiri, dan mengurangi penderitaan ku.


Hidup dalam kesedihan seperti sudah biasa kami lewati bersama, tapi semua itu tidak pernah melemahkan mama dan papa. Walau usia mereka masih muda saat itu, walau mereka hanya tahu sedikit tentang Tuhan, dan Walau mereka ditinggalkan tentang Tuhan, dan Walau mereka ditinggalkan sendirian namun impian mereka untuk mendapat hidup yang lebih baik terus mereka perjuangkan. 


Ku renungkan hidup ini hanya karena anugerah Tuhan saja. TanpaNya tidak mungkin kami sanggup menjalani kehidupan yang penuh perjuangan ini.


Aku bisa seperti sekarang ini, karena Tuhan yang menyertai perjuangan orang tuaku dalam merawatku.
Perjuangan papa dan mamaku dalam merawatku tidak bisa ku bayar dengan materi seberapa pun itu. Semua sangat mahal dan tidak mungkin lunas. 


Namun semua mereka anggap lunas, dengan kesehatanku, semangat hidupku, dan senyumanku dalam aku menjalani hidupku setiap hari. Semua itu sangat berharga bagi mereka dan mereka akan terus memperjuangkan semua itu sampai nafas terakhir berhembus.


Sampai kapan pun aku ini tidak akan bisa membalasnya.
Tak ada lagi cara untuk menghargai perjuangan orang tuaku, selain dengan semangat dan senyumanku
tuaku, selain dengan semangat dan senyumanku disetiap hari-hariku. Sampai Tuhan memanggilku. Karena semua itu adalah kekuatan hidup bagi mereka.  


Menuliskan ini sebenarnya membuat ku tidak bisa menahan air mata yang jatuh. Namun inilah hidup ku, dan aku ingin terus melanjutkan menulisnya karena aku ingin berbagi semangat hidup ku. Agar semua yang membaca kisah hidup ku bisa menerima hidup mereka dengan ucapan syukur, dan tidak mudah menyerah dalam memperjuangkannya, seberat apa pun tantangan itu. 


Percayalah Tuhan menjadikan hidup kita dahsyat dan ajaib, dan kau akan bangga ketika menyadarinya. Karena Tuhan selalu baik bagi kita.


Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui LinkWA Disini  
 

Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 1 - Hidup Karena Anugerah)

Berlangganan Sekarang