Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 2 - Hidup itu adalah Perjuangan) - Dikasihi.id

Halaman

My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvi Pritawati Sudarlin. 
Editor : Lamsihar Iruel

"Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18)

Tak ada yang instan dalam hidup ini bila ingin mengalami hidup dalam keberhasilan dan hidup dalam masa depan yang cerah. Semuanya pasti perlu sebuah proses yang panjang, berat dan melelahkan, kadang ada kalanya proses itu menyakitkan. Perjuangan masih sangat ingin panjang. 

Dalam hal ini saya kagum dengan semangat orang tua saya. Perjuangan mereka dalam hidup ini sangat menyakitkan dan mungkin ada kalanya tidak mengerti apa yang harus di lakukan agar dapat bertahan hidup.

Namun Tuhan menyertai sehingga ada banyak  cara yang kadang terbersit dengan cepat ke dalam pikiran mereka sehingga kami mampu bertahan hidup dari hari ke sehari. Di tambah lagi ada anggota keluarga baru saat itu, seorang adik perempuan yang lucu, dan pintar hadir dalam hidup kami. Kelahirannya menjadi penghiburan bagi ke dua orang tuaku dan menambah semangat hidup bagi ke dua orang tuaku. Adik perempuanku diberi nama Dwiya Sudarlin.

Dia lahir menjadi kado Natal terindah di dalam keluarga kecil kami di tengah kesulitan hidup yang mendera kala itu. Adikku yang mungil sehat dan lucu.  Tuhan baik.. Mamaku seperti mengurus dua bayi kembar, saat itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang baru lahir yang harus di urus segala-galanya. Namum kesulitan yang ada tetap di jalani dengan tegar dan kuat. Demi kami buah hati mereka. Di Bayat kami pernah punya rumah, dan juga kolam ikannya. Rumah yang cukup untuk kami yang hanya keluarga kecil. Setiap sore mereka senang membawa kami mandi dikolam dan berendam.

Dulu badan ku selalu kepanasan mungkin kerena kaku, dan kejang. Karena keadaan itu aku selalu menangis setiap hari, mama senang membawa ku berendam di kolam. Papa mencari ikan di sungai hampir setiap hari, Dan mendapatkan banyak ikan.. kami makan banyak ikan dan juga telur-telurnya. Walaupun gaji papa sangat sedikit tapi anak-anaknya tetap mendapatkan makanan bergizi. 

Papaku hanya sebentar mengajar di SDN2 Bayat, Belantikan Raya, ketika adik ku beumur 2 setengah tahun, kami pindah ke kota Pangkalan Bun. Berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Rumah di sana dijual untuk mengobati ku, lagi dan lagi.  Kami berangkat dari dari sana menumpang mobil taksi (waktu itu disebut taksi) di tengah mama saat itu sedang hamil muda.  Tentu sangat tidak mudah. Di tambah harus mengurus dua anak yang masih kecil. Karena dulu jalan dari Bayat ke Pangkalan bun sangat jelek, jadi perjalanan kami memakan waktu lama. Sekitar satu harian penuh.

Selvy di kursi Roda
Sampai di sana, kami tinggal di rumah sewaan selama belum mendapat rumah dinas. Papa bekerja sebagai guru SD,  di SDN BARU 8 kota Pangkalan bun, kalau siang kadang menjadi kuli bangunan dan kadang juga jadi tukang getek, dan juga guru les. apa pun di lakukan asalkan halal dan tidak melanggar hukum, papaku adalah seorang ayah yang sangat bertanggung jawab untuk hidup keluarganya. Walau ada kesedihan yang menjadi trauma di hatinya melihat keadaanku, namun tetap tersembunyi dalam hatinya. 

Keadaanku yang selalu menangis kadang kala membuatnya jengkel, kadang mungkin tak sadar papa menjewerku, mencubitku, supaya aku diam dari tangisku yang memusingkan kepalanya. Aku yang tidak mengerti isi hati nya, sempat berpikir bahwa papa tidak sayang pada ku. Aku pun takut dekat dengannya. Aku memang sakit pada sarafku, tapi tidak sampai mengidap keterbelakangan mental dan aku bisa berpikir dengan baik.

Namun tidak bisa berbicara Dengan baik, karena itu aku sulit menyatakan keinginanku. Hanya dengan tangis. Dulu tanganku hanya bisa mengejang kebelakang, keras dan kaku. Dan segalanya harus di bantu oleh orang lain. Tidak hanya itu, badanku sering merasakan sakit. rasanya seperti di tarik-tarik dari leher sampai ke punggung, rasanya untuk bernapaspun sangat sulit. Tapi aku orang tuaku tetap gigih melatihku. Sehingga akhirnya aku bisa berdiri, dan badanku menjadi lebih ringan. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar aku kembali sakit, dan berubah menjadi nol lagi. Tidak bisa apa-apa lagi, hanya bisa menangis dan menangis.

lagi, hanya bisa menangis dan menangis. Namaku kembali terpuruk, dan sangat stres. Sampai akhirnya kami pindah ke rumah dinas SD raja seberang. Di sana ada gereja tempat kami beribadah. Dimana gembala kami saat itu juga punya ABK yang keadaannya lebih parah dari pada keadaanku. Saat itu hati mama kembali terbuka, seperti kembali mendapatkan sosok ayah di dalam diri pak gembala GBI raja seberang itu. Gereja yang sederhana, namun begitu menguatkan.


Mengawali hidup yang baru di sebuah rumah dinas kecil, perjuangan tentu saja terus berlanjut. Bahkan lebih keras lagi. Mamaku mengurus tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Mama punya bayi lagi, kali ini bayi laki-laki yang lucu, putih, gemuk seperti orang china. Nama adikku itu Faisha Sudarlin. Mama dan papa sangat bahagia walaupun sibuknya Seperti punya anak kembar tiga. Aku ingat, waktu itu di rumah ada tiga buah ayunan,. Jika yang satu tidur, yang satu bangun, bisa di bayangkan betapa sibuk nya mama saat itu.. Di tambah lagi di rumah tidak ada sumur atau leding.  Mama harus mengambil air ke sungai yang lumayan jauh dari rumah, mama mengambilnya ketika kami sedang tidur di ayunan. Mama mengambil air seperti di kejar-kejar belarian melawan waktu.


Mama juga harus mengurus babi-babi karena mereka mulai mencoba beternak babi batam. Dan babi kami berkembang menjadi lima belas ekor. Jumlah yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya papa dan mama mengumpulkan makan sisa dari rumah-rumah makan. Jika ada yang masih bagus makanannya di panaskan untuk menjadi makanan kami. Tak peduli kotorkah itu, yang penting ada lauk untuk makan. lagi pula makanannya enak. dan masih bisa di makan setelah di cuci dan di masak lagi. (Yang saya maksud ialah sayuran, seperti wortel, kangkung dan lain-lain yang masih bisa di makan karena masih bagus walaupun bagi orang lain semua itu adalah sampah yang harus dibuang). 


Itulah hidup, sering kali apa yang sudah dibuang orang lain akan menjadi makanan kita agar dapat bertahan hidup. kalau pemikiran ku sekarang tentu saja aku tidak akan mau memakan yang sudah menjadi sampah. Namun ketika itu tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau memakannya tentu saja akan lapar sepanjang hari. Yang pasti tentu saja tidak ada orang tua yang ingin anak-anak mereka makan sampah. Tapi Keadaan terkadang memaksa hati untuk bersikap tegar dan tega demi sebuah masa depan. Perasaan sesal di dalam hati harus di abaikan. 

Banyak orang menilai bahwa hidup kami kena tulah atau kutuk, saat itu memang begitu keadaan keluargaku. Sudah punya rumah satu terbuat dari kayu ulin semua. Tapi karena bangkrut dalam kerja kayu rumah itu pun dengan sangat terpakasa jual Dan uangnya untuk menebus rumah dinas dari penghuni yang sebelumnya. pindah dari satu rumah ke rumah yang lain, sudah terbiasa untuk kami. sehingga kami dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku
dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku yang cacat.. Mereka datang hanya pada saat susah untuk  meminta bantuan, tetapi saat mereka dalam keadaan senang mereka seolah tidak mengenal kami. 


Berjuang sendiri, tidak ada yang gratis jika ingin hidup. Namun apa pun keadaan saat itu hidup kami tetap bahagia, papa dan mama selalu tabah sambil terus memimpikan masa depan yang cerah dan indah untuk anak-anak mereka, yang akan mereka upayakan untuk anak-anaknya,. Mereka tidak punya harta apapun selain kami anak-anak yang mereka sayangi.


*** Keadaanku belum juga ada kemajuan. Tangan dan seluruh tubuhku masih kaku, sangat kaku. Waktu itu yang membuat keadaanku buruk adalah pikiran ku yang normal. Seperti yang aku katakan aku bisa berpikir dengan baik, aku berpikir seperti anakanak pada umumnya yang ingin bermain di luar rumah, berlarian kesana kemari, namun hanya bisa melakukannya dalam khayalan, dan ketika tersadar aku hanya bisa melampiaskannya dengan menangis.
 Aku tak tahu apakah saat itu mama dan papa mengerti dengan tangisan ku? Dalam hati kecilku aku bertanyatanya, kenapa sih adikku bisa berjalan, bisa main, bisa sekolah,. Aku tiduran terus, cuma ada rasa sakit di badanku. Aku iri sangat iri. Adikku Aya, rajin sekali ikut sekolah minggu, sesibuk apa pun mama tidak pernah melupakan kegiatan utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari minggu pagi.

Apa yang di ceritakan oleh guru sekolah minggu selalu di ceritakannya kembali saat pulang ke rumah. suatu hari dia bercerita tentang surga pada saya. dia bilang di sana tidak ada lagi penyakit, dengan gaya lucu seorang anak berumur tiga tahun dia berkata, di sana kamu pasti bisa jalan.. Tapi harus mati dulu.. Mati? Seorang anak kecil yang polos memikirkan kematian untuk dapat terlepas semua penderitaannya.

Aku ingin mati saja agar bisa tinggal di surga dan bisa berjalan... MATI! Keinginan seorang anak yang tidak mengerti sama sekali tentang sebuah kehidupan,. yang aku tahu saat itu hanyalah aku ingin bermain, aku ingin bisa jalan, berlarian dengan bebas tanpa beban dan penderitaan. Namun hanyalah khayalan. Entah apakah aku punya masa depan?  Pertanyaan seorang yang tidak mengerti bagaimana berjalannya hidup ke depan dan siapa yang mendorongnya, aku tak tahu apapun kala itu. Namun dari cerita-cerita adik kecil ku itu aku sedikit tahu tentang Tuhan Yesus. Walaupun aku tak mengerti mengapa Tuhan yang katanya mampu melakukan keajaiban, tidak mengubah hidupku.

          *****   ****


Hidup belum juga selesai mempermaikan. Pencobaan belum juga berhenti dalam hidup papa dan mama. Di tengah mereka sedang merawatku, adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa tidak cukup aku saja yang sakit. tapi juga adik-adikku. adikku Aya terkena TBC, namun untungnya setelah pengobatan selama emam bulan adikku sudah sembuh. belum lama setelah itu adikku Faisha terkena penyakit alergi yang cukup parah. badannya yang montok menjadi kurus kering. Semua harta yang mulai terkumpul sedikit hanya sesaat dan habis.


Rumah sakit waktu itu menjadi rumah ke dua untuk mama dan adikku.. Seingatku mama sampai harus tega menjual sepeda papa satu-satunya, agar adikku bisa di bawa ke rumah sakit. Hari sudah malam ketika seseorang mengambil sepeda itu. Entah berapa uang yang di berikan kepada mama saat itu. Hidup memang sulit namun mereka terus berjuang untuk meraih masa depan anak-anak mereka. Di tengah kesulitan itu semangat perjuangan orang tuaku semakin membara.
Kisah ini tentu saja masih belum usai. Dan akan Saya lanjutkan dalam bab berikutnya.


Namun pesan saya, masa depan kita sudah Tuhan sediakan, dan harapan kita tidak pernah hilang, namun apakah kita mendapatkannya atau tidak itu tergantung bagaimana pilihan kita sendiri, kita ingin mendapatkannya, mari teruslah berjuang dan mencintai setiap proses yang Tuhan sedang kerjakan dalam hidup kita. Proses itulah yang menjadikan kita pemenang dalam perjuangan hidup ini. 
Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui Link 
 
 

Kesaksian Hidup - My Precious Life (Bag 2 - Hidup itu adalah Perjuangan)

My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
My Precious Life - Selvi Pritawati Sudarlin
Disadur dari Buku "My Precious Life" oleh Selvi Pritawati Sudarlin. 
Editor : Lamsihar Iruel

"Karena masa depan sungguh ada, dan harapanmu tidak akan hilang." (Amsal 23:18)

Tak ada yang instan dalam hidup ini bila ingin mengalami hidup dalam keberhasilan dan hidup dalam masa depan yang cerah. Semuanya pasti perlu sebuah proses yang panjang, berat dan melelahkan, kadang ada kalanya proses itu menyakitkan. Perjuangan masih sangat ingin panjang. 

Dalam hal ini saya kagum dengan semangat orang tua saya. Perjuangan mereka dalam hidup ini sangat menyakitkan dan mungkin ada kalanya tidak mengerti apa yang harus di lakukan agar dapat bertahan hidup.

Namun Tuhan menyertai sehingga ada banyak  cara yang kadang terbersit dengan cepat ke dalam pikiran mereka sehingga kami mampu bertahan hidup dari hari ke sehari. Di tambah lagi ada anggota keluarga baru saat itu, seorang adik perempuan yang lucu, dan pintar hadir dalam hidup kami. Kelahirannya menjadi penghiburan bagi ke dua orang tuaku dan menambah semangat hidup bagi ke dua orang tuaku. Adik perempuanku diberi nama Dwiya Sudarlin.

Dia lahir menjadi kado Natal terindah di dalam keluarga kecil kami di tengah kesulitan hidup yang mendera kala itu. Adikku yang mungil sehat dan lucu.  Tuhan baik.. Mamaku seperti mengurus dua bayi kembar, saat itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang itu umurku 3 tahun, namun tetap seperti bayi yang baru lahir yang harus di urus segala-galanya. Namum kesulitan yang ada tetap di jalani dengan tegar dan kuat. Demi kami buah hati mereka. Di Bayat kami pernah punya rumah, dan juga kolam ikannya. Rumah yang cukup untuk kami yang hanya keluarga kecil. Setiap sore mereka senang membawa kami mandi dikolam dan berendam.

Dulu badan ku selalu kepanasan mungkin kerena kaku, dan kejang. Karena keadaan itu aku selalu menangis setiap hari, mama senang membawa ku berendam di kolam. Papa mencari ikan di sungai hampir setiap hari, Dan mendapatkan banyak ikan.. kami makan banyak ikan dan juga telur-telurnya. Walaupun gaji papa sangat sedikit tapi anak-anaknya tetap mendapatkan makanan bergizi. 

Papaku hanya sebentar mengajar di SDN2 Bayat, Belantikan Raya, ketika adik ku beumur 2 setengah tahun, kami pindah ke kota Pangkalan Bun. Berharap mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Rumah di sana dijual untuk mengobati ku, lagi dan lagi.  Kami berangkat dari dari sana menumpang mobil taksi (waktu itu disebut taksi) di tengah mama saat itu sedang hamil muda.  Tentu sangat tidak mudah. Di tambah harus mengurus dua anak yang masih kecil. Karena dulu jalan dari Bayat ke Pangkalan bun sangat jelek, jadi perjalanan kami memakan waktu lama. Sekitar satu harian penuh.

Selvy di kursi Roda
Sampai di sana, kami tinggal di rumah sewaan selama belum mendapat rumah dinas. Papa bekerja sebagai guru SD,  di SDN BARU 8 kota Pangkalan bun, kalau siang kadang menjadi kuli bangunan dan kadang juga jadi tukang getek, dan juga guru les. apa pun di lakukan asalkan halal dan tidak melanggar hukum, papaku adalah seorang ayah yang sangat bertanggung jawab untuk hidup keluarganya. Walau ada kesedihan yang menjadi trauma di hatinya melihat keadaanku, namun tetap tersembunyi dalam hatinya. 

Keadaanku yang selalu menangis kadang kala membuatnya jengkel, kadang mungkin tak sadar papa menjewerku, mencubitku, supaya aku diam dari tangisku yang memusingkan kepalanya. Aku yang tidak mengerti isi hati nya, sempat berpikir bahwa papa tidak sayang pada ku. Aku pun takut dekat dengannya. Aku memang sakit pada sarafku, tapi tidak sampai mengidap keterbelakangan mental dan aku bisa berpikir dengan baik.

Namun tidak bisa berbicara Dengan baik, karena itu aku sulit menyatakan keinginanku. Hanya dengan tangis. Dulu tanganku hanya bisa mengejang kebelakang, keras dan kaku. Dan segalanya harus di bantu oleh orang lain. Tidak hanya itu, badanku sering merasakan sakit. rasanya seperti di tarik-tarik dari leher sampai ke punggung, rasanya untuk bernapaspun sangat sulit. Tapi aku orang tuaku tetap gigih melatihku. Sehingga akhirnya aku bisa berdiri, dan badanku menjadi lebih ringan. Namun kebahagiaan itu hanya sebentar aku kembali sakit, dan berubah menjadi nol lagi. Tidak bisa apa-apa lagi, hanya bisa menangis dan menangis.

lagi, hanya bisa menangis dan menangis. Namaku kembali terpuruk, dan sangat stres. Sampai akhirnya kami pindah ke rumah dinas SD raja seberang. Di sana ada gereja tempat kami beribadah. Dimana gembala kami saat itu juga punya ABK yang keadaannya lebih parah dari pada keadaanku. Saat itu hati mama kembali terbuka, seperti kembali mendapatkan sosok ayah di dalam diri pak gembala GBI raja seberang itu. Gereja yang sederhana, namun begitu menguatkan.


Mengawali hidup yang baru di sebuah rumah dinas kecil, perjuangan tentu saja terus berlanjut. Bahkan lebih keras lagi. Mamaku mengurus tiga orang anak yang masih kecil-kecil. Mama punya bayi lagi, kali ini bayi laki-laki yang lucu, putih, gemuk seperti orang china. Nama adikku itu Faisha Sudarlin. Mama dan papa sangat bahagia walaupun sibuknya Seperti punya anak kembar tiga. Aku ingat, waktu itu di rumah ada tiga buah ayunan,. Jika yang satu tidur, yang satu bangun, bisa di bayangkan betapa sibuk nya mama saat itu.. Di tambah lagi di rumah tidak ada sumur atau leding.  Mama harus mengambil air ke sungai yang lumayan jauh dari rumah, mama mengambilnya ketika kami sedang tidur di ayunan. Mama mengambil air seperti di kejar-kejar belarian melawan waktu.


Mama juga harus mengurus babi-babi karena mereka mulai mencoba beternak babi batam. Dan babi kami berkembang menjadi lima belas ekor. Jumlah yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya yang cukup banyak untuk kami. Untuk makanannya papa dan mama mengumpulkan makan sisa dari rumah-rumah makan. Jika ada yang masih bagus makanannya di panaskan untuk menjadi makanan kami. Tak peduli kotorkah itu, yang penting ada lauk untuk makan. lagi pula makanannya enak. dan masih bisa di makan setelah di cuci dan di masak lagi. (Yang saya maksud ialah sayuran, seperti wortel, kangkung dan lain-lain yang masih bisa di makan karena masih bagus walaupun bagi orang lain semua itu adalah sampah yang harus dibuang). 


Itulah hidup, sering kali apa yang sudah dibuang orang lain akan menjadi makanan kita agar dapat bertahan hidup. kalau pemikiran ku sekarang tentu saja aku tidak akan mau memakan yang sudah menjadi sampah. Namun ketika itu tidak ada pilihan lain, kalau tidak mau memakannya tentu saja akan lapar sepanjang hari. Yang pasti tentu saja tidak ada orang tua yang ingin anak-anak mereka makan sampah. Tapi Keadaan terkadang memaksa hati untuk bersikap tegar dan tega demi sebuah masa depan. Perasaan sesal di dalam hati harus di abaikan. 

Banyak orang menilai bahwa hidup kami kena tulah atau kutuk, saat itu memang begitu keadaan keluargaku. Sudah punya rumah satu terbuat dari kayu ulin semua. Tapi karena bangkrut dalam kerja kayu rumah itu pun dengan sangat terpakasa jual Dan uangnya untuk menebus rumah dinas dari penghuni yang sebelumnya. pindah dari satu rumah ke rumah yang lain, sudah terbiasa untuk kami. sehingga kami dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku
dihindari oleh keluarga. apalagi melihat keadaanku yang cacat.. Mereka datang hanya pada saat susah untuk  meminta bantuan, tetapi saat mereka dalam keadaan senang mereka seolah tidak mengenal kami. 


Berjuang sendiri, tidak ada yang gratis jika ingin hidup. Namun apa pun keadaan saat itu hidup kami tetap bahagia, papa dan mama selalu tabah sambil terus memimpikan masa depan yang cerah dan indah untuk anak-anak mereka, yang akan mereka upayakan untuk anak-anaknya,. Mereka tidak punya harta apapun selain kami anak-anak yang mereka sayangi.


*** Keadaanku belum juga ada kemajuan. Tangan dan seluruh tubuhku masih kaku, sangat kaku. Waktu itu yang membuat keadaanku buruk adalah pikiran ku yang normal. Seperti yang aku katakan aku bisa berpikir dengan baik, aku berpikir seperti anakanak pada umumnya yang ingin bermain di luar rumah, berlarian kesana kemari, namun hanya bisa melakukannya dalam khayalan, dan ketika tersadar aku hanya bisa melampiaskannya dengan menangis.
 Aku tak tahu apakah saat itu mama dan papa mengerti dengan tangisan ku? Dalam hati kecilku aku bertanyatanya, kenapa sih adikku bisa berjalan, bisa main, bisa sekolah,. Aku tiduran terus, cuma ada rasa sakit di badanku. Aku iri sangat iri. Adikku Aya, rajin sekali ikut sekolah minggu, sesibuk apa pun mama tidak pernah melupakan kegiatan utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari utama untuk mengantarkannya ke gereja pada hari minggu pagi.

Apa yang di ceritakan oleh guru sekolah minggu selalu di ceritakannya kembali saat pulang ke rumah. suatu hari dia bercerita tentang surga pada saya. dia bilang di sana tidak ada lagi penyakit, dengan gaya lucu seorang anak berumur tiga tahun dia berkata, di sana kamu pasti bisa jalan.. Tapi harus mati dulu.. Mati? Seorang anak kecil yang polos memikirkan kematian untuk dapat terlepas semua penderitaannya.

Aku ingin mati saja agar bisa tinggal di surga dan bisa berjalan... MATI! Keinginan seorang anak yang tidak mengerti sama sekali tentang sebuah kehidupan,. yang aku tahu saat itu hanyalah aku ingin bermain, aku ingin bisa jalan, berlarian dengan bebas tanpa beban dan penderitaan. Namun hanyalah khayalan. Entah apakah aku punya masa depan?  Pertanyaan seorang yang tidak mengerti bagaimana berjalannya hidup ke depan dan siapa yang mendorongnya, aku tak tahu apapun kala itu. Namun dari cerita-cerita adik kecil ku itu aku sedikit tahu tentang Tuhan Yesus. Walaupun aku tak mengerti mengapa Tuhan yang katanya mampu melakukan keajaiban, tidak mengubah hidupku.

          *****   ****


Hidup belum juga selesai mempermaikan. Pencobaan belum juga berhenti dalam hidup papa dan mama. Di tengah mereka sedang merawatku, adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa adikku juga harus mengalami sakit, entah mengapa tidak cukup aku saja yang sakit. tapi juga adik-adikku. adikku Aya terkena TBC, namun untungnya setelah pengobatan selama emam bulan adikku sudah sembuh. belum lama setelah itu adikku Faisha terkena penyakit alergi yang cukup parah. badannya yang montok menjadi kurus kering. Semua harta yang mulai terkumpul sedikit hanya sesaat dan habis.


Rumah sakit waktu itu menjadi rumah ke dua untuk mama dan adikku.. Seingatku mama sampai harus tega menjual sepeda papa satu-satunya, agar adikku bisa di bawa ke rumah sakit. Hari sudah malam ketika seseorang mengambil sepeda itu. Entah berapa uang yang di berikan kepada mama saat itu. Hidup memang sulit namun mereka terus berjuang untuk meraih masa depan anak-anak mereka. Di tengah kesulitan itu semangat perjuangan orang tuaku semakin membara.
Kisah ini tentu saja masih belum usai. Dan akan Saya lanjutkan dalam bab berikutnya.


Namun pesan saya, masa depan kita sudah Tuhan sediakan, dan harapan kita tidak pernah hilang, namun apakah kita mendapatkannya atau tidak itu tergantung bagaimana pilihan kita sendiri, kita ingin mendapatkannya, mari teruslah berjuang dan mencintai setiap proses yang Tuhan sedang kerjakan dalam hidup kita. Proses itulah yang menjadikan kita pemenang dalam perjuangan hidup ini. 
Untuk Mendownload Versi E-book kamu bisa Download Disini
Kalau bingung, silahkan Japri Admin Melalui Link 
 
 
Show Comments

Berlangganan Sekarang